Senin, 26 Januari 2009

Maaf untuk adik


Masyarakat ; gila gelar, salah siapa ?

Gila gelar dalam dunia pendidikan bangsa.

Unhas; Universitas atau sekolah tinggi!!!

Universitas dan sekolah tinggi khususnya yang ada di Indonesia merupakan salah satu institusi pendidikan dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Jika melihat dari adanya perbedaan nama kedua institusi ini, maka meniscayakan pula perbedaan arti, tata cara dan tujuan dari kedua institusi ini

Aku tidak mempunyai begitu banyak reverensi mengenai kata universitas dan sekolah tinggi, baik tahun, defenisi yang dibakukan, sampai pada pencetus kata itu. Sedikit yang aku punya hanya pengetahuan yang minim dan ilmu cocok-cocok logi, sehingga dilihat dari sudut pandang manapun akan jelas terlihat kekurangannya sehingga sangat layak mendapatkan kritikan atau sanggahan dari para pembaca.

Menurut saya universitas berasal dari bahasa yang tidak berasal dari bangsa ini, dan dari asal katanya terbagi atas dua kata yaitu universal yang berarti luas dan sitas dapat berarti aktivitas, sehingga jika dikawinkan menjadi aktivitas yang luas. Kata ini kemudian dilekatkan dengan pembelajaran dan akhirnya dilembagakan seperti yang sekarang ini dapat kita lihat

Universitas menurut saya bermakna sebagai tempat pembelajaran yang cakupannya luas, maksudnya dalam metode pembelajannya para pelajar tidak dibatasi dalam satu disiplin ilmu saja, contohnya pelajar yang memilih bidang ilmu pertanian dapat belajar tentang ke-manusia-an tentang hukum, tentang cukong-cukong, tentang kesehatan masyarakat, tentang politik, tentang kebijakan pemerintah, tentang ke-Negara-an, tentang masyarakat kota maupun desa baik dari segi social, ekonomi, budaya dan seterusnya, yang pasti universitas harus mengeluarkan pelajar yang mempunyai pengetahuan universal. Salah satu contoh kongkrit carut-marutnya sistem pendidikan yang memeta-metakan pembelajarannya dapat kita lihat dibidang pertanian, dimana yang menjadi kurikulum pembelajaran hanya seputar pertanian dalam arti sempit saja maksudnya hanya diwilayah tanaman, lahan, produksi, dan teknologinya saja dan menafikan hal-hal yang telah disebutkan diatas. sehingga dapat kita lihat peran pertanian dalam mensejahterakan rakyatnya tidak terlaksana secara universal akibat dari keringnya wacana akan kemanausiaan.

Berbeda dengan sekolah tinggi yang dikhususkan pada satu bidang ilmu saja yang tujuan akhirnya adalah mengeluarkan para pekerja spesialis. Jadi perbedaan mendasarnya adalah tujuannya, universitas bertujuan untuk ilmu pengetahuan, sedangkan sekolah tinggi menggunakan pengetahuan hanya sebagai syarat untuk mendapatkan nilai sehingga dapat bekerja dalam sebuah institusi artinya bekerja sebagai tujuan.

Namun sungguh membuat saya bingung, universitas yang saya tempati belajar tidak sama dengan yang saya pahami atau jangankan sama, mirip-mirip saja tidak. Metodenya sama dengan sekolah tinggi yang pembelajarannya dikhususkan pada satu bidang saja. Dengan kata lain universitas yang saya tempati adalah universitas yang terpeta-petakan menjadi jurusan-jurusan dan fakultas-fakultas sehingga kehilangan nilai substansi ke-universalan-nya. Artinya jika dilihat dari segi tujuan, unhas tidak dapat lagi dikatakan sebagai universitas tapi akan lebih sesuai jika disebut sebagai sekolah tinggi. Dalam konteks kekinian jika dilihat dari segi tujuan, Unhas dan ST mempunyai tujuan yang sama yaitu mengeluarkan para pekerja-pekerja spesialis, karena menurut saya jika ingin dikatakan sebagai si A maka haruslah si A itu mencirikan A tidak mencirikan si B.


Selasa, 20 Januari 2009

prolog

Alasan mengapa bolg ini dibuat karena adanya kesepakatan dari beberapa anggota scolae yang menganggap bahwa blog ini sangat penting karena dapat mensosialisasikan kepada anggota scolae dan kawan-kawan yang lainnya yang mungkin ingin menjadi anggota, donatur, atau sekedar ingin tau aja tentang pondok baca ini.
Adapun harapan kami para pengurus membuat blog ini pertama agar wacana mengenai pendampingan masyarakat dapat membuming.

Sabtu, 17 Januari 2009

Pengetahuan ibarat cahaya penuntun di gelepan

Dewasa ini kondisi masyarakat sangatlah jauh dari fitrahnya sebagai mahkluk sosial.adanya kecenderungan untuk mencapai tujuan tanpa memperhatikan hak orang-orang yang ada disekit arnya. Sebagai mahkluk yang tidak hidup sendiri di bumi ini, manusia memiliki tanggung jawab terdadap lingkungannya.

Orang tua yang berpendapat bahwa mereka memiliki keluarga untuk dinafkahi membuat mereka hanya memikirkan kelurganya saja. Seorang anak yang tak tahu menau dapat terpengaruh langsung dalam pandangan itu yang kemudian dapat ikut berpandangan apatis pula. Masyarakat lapisan bawah yang disibukkan akan kebutuhan perutnya semakin tidak berdaya. Parahnya lagi para pejabat dengan alasan karir, mereka dapat dengan mudahnya menggadaikan keidealisannya demi kelanggengan karirnya.

Jika kondisi seperti ini terus berlangsung niscaya masyarakat kecil akan terus hidup dalam ketertindasan, dimana mereka dipaksa untuk ikut berkompetisi untuk hidup lebih layak.

Di era kapitalisme sekarang ini dimana pendidikan sebagai salah satu jalur untuk perbaikan nasib tak luput pula dari arus kompetisi ini, mulai dari segi kemampuan ekonomi sampai pada prosesnya. Tingginya biaya pendidikan dan panjangnya jenjang proses pendidikan membuat masyarakat lapisan kelas bawah semakin terkikis keeksisannya.

Alih-alih perbaikan nasib melalui pendidikan, mengurus perut mereka saja sudah sedemikian sulit. Jika sudah seperti ini mereka akan abadi dalam ketidakmampuan.

Sedihnya lembaga pendidikan yang nota bene bertanggungjawab terhadap kemajuan intelektual masyarakat sebagai syarat perkembangannya tidaklah berpihak kepada seluruh lapisan masyarakat.

Keberpihakan lembaga pendidikan tidak dapat dipungkiri sebagai konsekuensi dari sistem kompetisi yang diterapkannya. Lembaga pendidikan dapat dikatakan berpihak hanya kepada orang-orang yang mampu saja baik dalam hal kemampuan ekonomi maupun dari kemampuan memenuhi standarisasi.

Dari segi ekonomi, lembaga pendidikan dapat dikatakan berpihak kepada masyarakat lapisan menengah keatas saja, yang tentunya mampu membiayai pendidikan yang mahal itu. Sedangkan dari segi standarisasi, lembaga pendidikan berpihak hanya kepada orang-orang yang pintar saja. Jika sudah seperti ini bagaimana masyarakat yang berada pada lapisan bawah dan mereka yang tidak memenuhi standarisasi kepintaran???

Tentunya jawabannya mereka akan tetap pada kehidupannya yang tidak layak dan akan membuat masyarakat kecil sangat sulit untuk dapat beranjak dari tempat itu karena keterputusan jalur pendidikan.

Proses belajar dalam institusi pendidikan merupakan sebuah gerak rekayasa agar dapat memacu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan. Jika benar pengetahuan ibarat cahaya penuntun di kegelapan. Dimanakah mereka yang terseleksi oleh arus kompetisi itu??? Benarkah proses mendapatkan pengetahuan di sekolah hanya milik sebagian orang saja??? jika tidak mengapa hingga sekarang kondisinya masih seperti itu???

16 januari 2009

Jumat, 16 Januari 2009

sekilas tentang perubahan

kondisi masyarakat...
lapisan bawah sibuk ma perutnya...
lapisan tengah sibuk ma karirnya...
lapisan atas sibuk mempertahankan statusnya...
sebuah kondisi yang memperlihatkan akibat penjajahan kesadaran yang menuntut kestatisan perubahan masyarakat.

mengapa perubahan masyarakat perlu???
karena adanya fakta bahwa sebagian lapisan masyarakat yang senantiasa menjadi subyek atas lapisan lainnya...
sebut saja kalangan bawah yang mencari makan saja susah harus ikut dalam arus kompetisi yang sebagai konsekuensi dari sistem kapitalis...
coba pikir...
nyari makan aja susah..
trus.. harus sekolah yang tinggiiiiii bangettttt, dan tentunya dengan biaya yang mahal pula, baru deh bisa ngedapatin kesempatan mendapatkan kerja yang baikkkk...
jadi kemungkinan kalangan bawah untuk memperbaiki nasib mereka sangatlah rendah...
menurut kmu gmana???


lalu siapa yang mampu merubah kondisi ini?


tidak dapat dipungkiri pemikiran individulis telah menjadi pandangan hidup sebagian besar penduduk di negeri ini... baik dari kalangan bawah sampai pada kalangan atas. segala gerak yang mereka lakukan terlebih dahulu untuk memenuhi kepentingan pribadinya masing-masing. jika pandangan ini trus berlangsung maka perubahan kondisi masyarakat kearah yang lebih baik tidak akan mengalami perubahan yang signifikan atau bahkan akan mengalami kemunduran.


jadi solusinya...
pemerintah sebagai eksekutor perubahan bangsa haruslah memulai menyelasaikan masalah ini. entah dalam bentuk apa...
lalu mengikutsertakan seluruh leading sektor yang ada untuk berpartisipasi dalam rangka mengembanlikan jati diri bangsa sebagai bangsa yang berbeda-beda tapi tetap satu bukannya bangsa yang individualis...