Senin, 26 Januari 2009

Masyarakat ; gila gelar, salah siapa ?

Gila gelar dalam dunia pendidikan bangsa.


Dewasa ini telah membudaya dikalangan masyarakat. Munculnya budaya ini, pastilah merupakan sebuah efek dari proses pendidikan yang selama ini berjalan di Negara kita. Penyebabanya baik entah dikalangan masyarakat, birokrasi pendidikan atau pemerintah sendiri sebagai pengambil kebijakan.

Melihat judul kita diatas, maka kita akan membahas sedikitnya tiga pokok bahasan, pertama ; masyarakat, kedua ; gila gelar, ketiga ; salah siapa?. Pada bagian pertama, masyarakat yang dimaksud disini, adalah seluruh kalangan masyarakat, baik itu masyarakat pelaku pendidikan seperti siswa, mahasiswa, guru, dosen, pejabat birokrasi dan pemerintah, maupun masyarakat awam seperti, para orang tua siswa, orang tua calon siswa, dan calon siswa itu sendiri. kedua, gila gelar disini maksudnya merupakan suatu kondisi dimana masyarakat lebih mementingkan mencapai gelar dan menyepelekan nilai dasar yang menjadi substansi proses pendidikan yaitu pengetahuan. Ketiga, pada bahasan ini kita akan lebih berbicara mengenai penyebab utama munculnya praktek gila gelar dalam dunia pendidikan.



Namun, sebelum terlalu jauh kita membahas mengenai ketiga hal diatas, baiknya kita membahas sedikit mengenai pendidikan secara universal. Di dalam sejarah tercatat, bahwa awal dimulainya proses pendidikan ketika orang-orang yunani melakukan transformasi pengetahuan melalui proses tanya jawab mengenai berbagai hal menyangkut kehidupan yang dilaluinya. Dari proses seperti inilah kemudian pendidikan dilembagakan seperti yang dapat kita lihat sekarang ini. Perubahan ini terjadi disebabkan karena pengetahuan yang memiliki peran penting dan semakin berkembangnya kebutuhan manusia terhadap informasi. Seiring perubahannya, lembaga pendidikan selain sebagai wadah transformasi pengetahuan juga dijadikan sebagai sebuah syarat legitimasi untuk memasuki dunia kerja. Dimana dunia kerja yang pastinya akan mendapatkan hasil yang lebih memadai, seperti jaminan masa depan, jaminan kesehatan dan lain sebagainya.

Pelegitimasian pendidikan sebagai syarat menuju gerbang dunia kerja, membuahkan hasil negaif kepada para siswa karena pekerjaan yang masih belum pasti didapatkan ketika menyelesaikan studinya , kedua, terputusnya jalur menuju dunia kerja yang layak bagi individu-individu yang terdegradasi dari lembaga pendidikan akibat mahalnya biaya, serta jalur pendidikan yang sedemikian berliku-liku. Dampak positif yang kemudian dapat dirasakan hanyalah oleh pihak-pihak terkait seperti kantor pemerintahan, dan non pemerintah yang akan memudahkan perekrutan pegawai atau karyawan karena rata-rata setiap individu yang berpendidikan sedikit banyak telah mempunyai kemampuan yang lebih.

Proses pendidikan yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari setiap individu, mengalami perubahan paradigma dalam pemahaman masyarakat, akibat doktrinasi pelembagaan pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan adalah ketika seseorang terdaftar dalam sebuah institusi baik setingkat sekolah maupun tingkat perguruan tinggi atau universitas. Sehingga paradigma yang kemudian populis dikalangan masyarakat awam, adalah lembaga pendidikan (sekolah) merupakan satu-satunya tempat mendapatkan pengetahuan. Dengan adanya pandangan ini sangatlah berdampak buruk bagi bangsa ini dikarenakan perkembangan kearah yang lebih baik akan semakin lambat atau malah akan lebih buruk lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komen yachh...trims..